Gina duduk lebih dulu dengan lemas tanpa menunggu Deka dan
Alfa yang masih berdiri tegak didepannya. Mata Gina mulai berkaca-kaca dan
terlihat bahwa ia tidak kuat lagi menahan rasa sakit hatinya. Ia teringat
kembali ucapan Deka yang sejak beberapa hari yang lalu menginginkan berpisah
dan meninggalkannya. Gina memalingkan wajahnya karena ia tidak ingn
kesedihannya dilihat oleh Alfa.
“haruskah
kita berakhir seperti ini?” ucap Gina dengan lirih.
“maafkan
kami Gina, tapi semuanya memang harus berjalan sesuai dengan jalan kita
masing-masing.” Dimas mengatakan dengan nada datar.
“aku
yakin ini semua bukan kemauan kamu kan Deka?” Gina mulai bersuara mengiba pada
Deka.
“justru
ini adalah keputusan terbaikku, aku lebih memilih keluargaku. Mereka lebih
membutuhkanku.” Deka lagi-lagi menjawabnya dengan datar dan dingin.
“jadi
kamu akan kembali pada Lala?” kali ini Gina menunjukkan wajahnya yang sudah
penuh dengan peluh air mata.
Alfa
tiba-tiba membuka tas ranselnya dan mengambil sebuah lembar kertas yang
bergambar Deka, Lala, dan Alfa di tengah padang rumput yang hijau dengan sinar
matahari cerah dan langit biru. Alfa menyerahkan gambar dari krayon warna
tersebut kepada Gina.
“papa,
mama, Alfa, kami saling mencintai dan kami akan selamanya bersama… Alfa gak
suka tante Gina, tante Gina yang buat mama sakit, tante Gina yang buat mama
sedih!!!”
Alfa
berlari keluar restoran dan menghempaskan tangan Deka. Sebelum Deka berlari
menyusul Alfa, ia sempat mengucapkan beberapa kata untuk Gina.
“setelah
ini kamu boleh membenciku, tapi jangan kamu benci istri dan anak-anakku… kita
memang harus berakhir seperti ini. Maaf Gina…”
Deka
meninggalkan Gina yang masih tertegun dengan ucapan Deka. Sejenak Gina terdiam
mematung, lalu Gina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangs
sejadinya. Deka berlari mencari Alfa ke tempat parkir, tidak lama ia melihat
Alfa yang duduk jongkok dengan ditelungkupkan kedua kakinya untuk
menyembunyikan wajahnya yang sudah basah kuyup dengan air mata.
Deka
lega menemukan putranya. Deka berjongkok dan memeluk putranya dengan sangat
erat. Didalam pelukan Deka, Alfa meluapkan kekesalannya sambil memukul dada
ayahnya yang padat dan keras namun hangat. Pukulan-pukulan kecil yang sudah terasa
kuat tersebut membuat pria tinggi dengan wajah sedikit oriental dan berkulit
tan ini mulai meneteskan air matanya sambil mecium kepala putranya yang sejak
tadi menangis dalam pelukannya.
Deka
merasa sangat terluka melihat kenyataan yang ia alami saat ini. Tetapi Deka
menyadari bahwa semua yang terjadi adalah salah dirinya. Alfa yang tidak
bersalah harus menjadi korban atas egonya. Begitupun dengan perempuan bernama
Lala yang sembilan tahun lalu ia nikahi saat mereka berdua sama-sama duduk di
bangku kelas 2 SMP.
Flashback,
Deka dan beberapa temannya duduk di kantin.
Kemudian datang segerombol anakperempuan yang salah satu diantara mereka adalah
Lala. Gerombolan anak perempuan itu saling tertawa dan bercanda. Namun saat
mereka melihat geng Deka, ekspresi mereka mendadak berubah. Salah satu anak bernama
Sinta mulai mencela Deka dan teman-temannya.
“begitulah muka anak yang gak tahu malu,
udah tau ketahuan nyontek, masih aja punya muka di depan kelas kita”
Salah satu teman Deka bernama Beni yang merasa tersindir,
mulai berdiri tidak terima mendengar sindiran Sinta.
“maksud lo apa! Kalo lo bukan cewek, udah
gue pukul muka lo supaya mulut lo gak soak sembarangan!”
“eh lo ngancam gue!”
Tidak bisa dihindari lagi akhirnya kedua
pihak mulai bertengkar di kantin. Deka berusaha memisahkan temannya dengan
perempuan-perempuan tengil tersebut. Lala yang saat itu bermaksud menarik
tangan Sinta untuk lari, malah terdorong oleh anak laki-laki hingga ia terjatuh
dan tangannya terinjak oleh Deka. Lala berteriak kesakitan. Saat mereka
tersadar salah satu teman mereka terinjak, Sinta dan teman-temannya semakin
beringas.
Beberapa saat kemudian beberapa guru datang
dan membawa mereka ke BP. Lala harus masuk UKS dan ternyata ia harus dirujuk ke
Rumah Sakit karena jari tangannya retak.
Lala harus dirawat beberapa hari sampai tangannya sembuh. Ia disarankan untuk
tidak masuk sekolah selama beberapa hari untuk menghindari aktivitas yang
berlebihan pada tangannya yang baru di gips.
Kakak perempuan Lala bernama Nita menemui
Sinta untuk mencari tahu kronologi kejadiannya. Nita yang saat itu juga masih
SMA kelas 1 merasa geram terhadap beberapa anak laki-laki yang menyebabkan Lala
terluka. Sinta dan Nita akhirnya membuat rencana agar dapat bertemu dengan Deka
dan membalasnya.
Hari itu adalah hari Sabtu. Saat ia diajak
hang out bersama teman-temnnya tiba-tiba ia mendapat kabar dari adiknya bahwa
ayahnya sakit. Deka segera berlari ditengah hujan menuju ke Rumah Sakit tempat
ayahnya dirawat. Saat ia sudah berada di ICU, ia mendapati ibunya menangis
sambil memeluk Hadis adiknya yang kala itu masih berusia enam tahun. Ia rupanya
terlambat menemui ayahnya yang ternyata sudah meninggal karena kanker pankreas.
Deka berjalan di lorong Rumah sakit dengan
lunglai, sesaat ia tidak sanggup berdiri dan kesadarannya mulai menurun.
Tiba-tiba ia bersandar di sebuah pintu kamar pasien. Seorang anak perempuan
membuka kamar dari dalam, ia kaget saat seorang anak laki-laki tiba-tiba
tergeletak di tengah pintu. Anak perempuan itu adalah Lala. dengan susah payah
ia menarik tubuh Deka ke dalam kamarnya dan menunggunya hingga Deka tersadar.
Lala tahu bahwa anak itu adalah Deka, anak laki-laki yang telah membuatnya
mengalami retak pada tulang jarinya.
Saat Deka tersadar, Lala masih terjaga dan
melihat Deka yang kbingungan mengapa ia sudah berada diatas sofa. Lala mengatakan
bahwa ia menemukan Deka tergeletak di depan pintu kamarnya. Deka baru menyadari
saat itu bahwa anak perempuan dengan tangan diperban tersebut adalah Lala,
teman Sinta yang beberapa hari yang lalu tangannya terinjak oleh Deka.
Lala sempat bertanya mengapa Deka berada di
depan pintu kamarnya. Namun Deka tidak menjawab apapun, ia hanya berlalu begitu
saja. Sebelum Deka keluar dari kamar Lala, ia sempat mengatakan maaf pada Lala
atas apa yang terjadi pada tangannya. Ia jujur bahwa semua itu murni
ketidaksengajaannya.
Lala mengejar Deka keluar dari kamarnya. Ia
ingin menuntut tanggng jawab Deka karena ia merasa geram dengan sikap Deka yang
pergi begitu saja. Saat emosi Lala mulai meluap, tibatiba ia berhenti didepan
ICU. Beberapa saat kemudian dua orang suster keluar dengan mendorong sebuah
ranjang dengan seseorang yang sudah tertutup seluruhnya oleh kain putih. Ibu
Deka membuka kain penutup dan membukanya tepat diatas wajahnya.
Ibu Deka menjerit dan menangis sejadi-jadinya
hingga ia pingsan. Deka dan adiknya berusaha menguatkan ibunya. Namun adiknya
yang terus memanggil nama ibunya yang tidak sadarkan diri. Deka berteriak
memarahi adiknya hingga Hadis menangis dan memukul-mukuli Deka.
Lala menyaksikan semua yang terjadi saat
itu. Ia melihat sosok Deka yang berbeda dengan yang pernah ia kenal di sekolah.
Deka telah kehilangan ayahnya, Lala melihat sikap Deka yang berusaha menguatkan
diri ditengah ketidak berdayaan ibu dan adiknya. Meski Deka sebenarnya tahu
bahwa ia sangat tidak sanggup kehilangan ayahnya disaat usia Deka masih belum
siap kehiangan. Lala berdiri diam dan seolah merasakan kepedihan dalam hati
Deka.
bersambung...
bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar
tinggalkan komentar anda disini...