Selasa, 07 Mei 2013

Memory (bag 2)


Gina duduk lebih dulu dengan lemas tanpa menunggu Deka dan Alfa yang masih berdiri tegak didepannya. Mata Gina mulai berkaca-kaca dan terlihat bahwa ia tidak kuat lagi menahan rasa sakit hatinya. Ia teringat kembali ucapan Deka yang sejak beberapa hari yang lalu menginginkan berpisah dan meninggalkannya. Gina memalingkan wajahnya karena ia tidak ingn kesedihannya dilihat oleh Alfa.

“haruskah kita berakhir seperti ini?” ucap Gina dengan lirih.

“maafkan kami Gina, tapi semuanya memang harus berjalan sesuai dengan jalan kita masing-masing.” Dimas mengatakan dengan nada datar.

“aku yakin ini semua bukan kemauan kamu kan Deka?” Gina mulai bersuara mengiba pada Deka.

“justru ini adalah keputusan terbaikku, aku lebih memilih keluargaku. Mereka lebih membutuhkanku.” Deka lagi-lagi menjawabnya dengan datar dan dingin.

“jadi kamu akan kembali pada Lala?” kali ini Gina menunjukkan wajahnya yang sudah penuh dengan peluh air mata.

Alfa tiba-tiba membuka tas ranselnya dan mengambil sebuah lembar kertas yang bergambar Deka, Lala, dan Alfa di tengah padang rumput yang hijau dengan sinar matahari cerah dan langit biru. Alfa menyerahkan gambar dari krayon warna tersebut kepada Gina.

“papa, mama, Alfa, kami saling mencintai dan kami akan selamanya bersama… Alfa gak suka tante Gina, tante Gina yang buat mama sakit, tante Gina yang buat mama sedih!!!”


Alfa berlari keluar restoran dan menghempaskan tangan Deka. Sebelum Deka berlari menyusul Alfa, ia sempat mengucapkan beberapa kata untuk Gina.

“setelah ini kamu boleh membenciku, tapi jangan kamu benci istri dan anak-anakku… kita memang harus berakhir seperti ini. Maaf Gina…”

Deka meninggalkan Gina yang masih tertegun dengan ucapan Deka. Sejenak Gina terdiam mematung, lalu Gina menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan menangs sejadinya. Deka berlari mencari Alfa ke tempat parkir, tidak lama ia melihat Alfa yang duduk jongkok dengan ditelungkupkan kedua kakinya untuk menyembunyikan wajahnya yang sudah basah kuyup dengan air mata.

Deka lega menemukan putranya. Deka berjongkok dan memeluk putranya dengan sangat erat. Didalam pelukan Deka, Alfa meluapkan kekesalannya sambil memukul dada ayahnya yang padat dan keras namun hangat. Pukulan-pukulan kecil yang sudah terasa kuat tersebut membuat pria tinggi dengan wajah sedikit oriental dan berkulit tan ini mulai meneteskan air matanya sambil mecium kepala putranya yang sejak tadi menangis dalam pelukannya.

Deka merasa sangat terluka melihat kenyataan yang ia alami saat ini. Tetapi Deka menyadari bahwa semua yang terjadi adalah salah dirinya. Alfa yang tidak bersalah harus menjadi korban atas egonya. Begitupun dengan perempuan bernama Lala yang sembilan tahun lalu ia nikahi saat mereka berdua sama-sama duduk di bangku kelas 2 SMP.

Flashback,

Deka dan beberapa temannya duduk di kantin. Kemudian datang segerombol anakperempuan yang salah satu diantara mereka adalah Lala. Gerombolan anak perempuan itu saling tertawa dan bercanda. Namun saat mereka melihat geng Deka, ekspresi mereka mendadak berubah. Salah satu anak bernama Sinta mulai mencela Deka dan teman-temannya.

“begitulah muka anak yang gak tahu malu, udah tau ketahuan nyontek, masih aja punya muka di depan kelas kita”

Salah satu teman Deka bernama Beni yang merasa tersindir, mulai berdiri tidak terima mendengar sindiran Sinta.

“maksud lo apa! Kalo lo bukan cewek, udah gue pukul muka lo supaya mulut lo gak soak sembarangan!”
“eh lo ngancam gue!”

Tidak bisa dihindari lagi akhirnya kedua pihak mulai bertengkar di kantin. Deka berusaha memisahkan temannya dengan perempuan-perempuan tengil tersebut. Lala yang saat itu bermaksud menarik tangan Sinta untuk lari, malah terdorong oleh anak laki-laki hingga ia terjatuh dan tangannya terinjak oleh Deka. Lala berteriak kesakitan. Saat mereka tersadar salah satu teman mereka terinjak, Sinta dan teman-temannya semakin beringas.

Beberapa saat kemudian beberapa guru datang dan membawa mereka ke BP. Lala harus masuk UKS dan ternyata ia harus dirujuk ke Rumah Sakit karena jari  tangannya retak. Lala harus dirawat beberapa hari sampai tangannya sembuh. Ia disarankan untuk tidak masuk sekolah selama beberapa hari untuk menghindari aktivitas yang berlebihan pada tangannya yang baru di gips.

Kakak perempuan Lala bernama Nita menemui Sinta untuk mencari tahu kronologi kejadiannya. Nita yang saat itu juga masih SMA kelas 1 merasa geram terhadap beberapa anak laki-laki yang menyebabkan Lala terluka. Sinta dan Nita akhirnya membuat rencana agar dapat bertemu dengan Deka dan membalasnya.

Hari itu adalah hari Sabtu. Saat ia diajak hang out bersama teman-temnnya tiba-tiba ia mendapat kabar dari adiknya bahwa ayahnya sakit. Deka segera berlari ditengah hujan menuju ke Rumah Sakit tempat ayahnya dirawat. Saat ia sudah berada di ICU, ia mendapati ibunya menangis sambil memeluk Hadis adiknya yang kala itu masih berusia enam tahun. Ia rupanya terlambat menemui ayahnya yang ternyata sudah meninggal karena kanker pankreas.

Deka berjalan di lorong Rumah sakit dengan lunglai, sesaat ia tidak sanggup berdiri dan kesadarannya mulai menurun. Tiba-tiba ia bersandar di sebuah pintu kamar pasien. Seorang anak perempuan membuka kamar dari dalam, ia kaget saat seorang anak laki-laki tiba-tiba tergeletak di tengah pintu. Anak perempuan itu adalah Lala. dengan susah payah ia menarik tubuh Deka ke dalam kamarnya dan menunggunya hingga Deka tersadar. Lala tahu bahwa anak itu adalah Deka, anak laki-laki yang telah membuatnya mengalami retak pada tulang jarinya.

Saat Deka tersadar, Lala masih terjaga dan melihat Deka yang kbingungan mengapa ia sudah berada diatas sofa. Lala mengatakan bahwa ia menemukan Deka tergeletak di depan pintu kamarnya. Deka baru menyadari saat itu bahwa anak perempuan dengan tangan diperban tersebut adalah Lala, teman Sinta yang beberapa hari yang lalu tangannya terinjak oleh Deka.

Lala sempat bertanya mengapa Deka berada di depan pintu kamarnya. Namun Deka tidak menjawab apapun, ia hanya berlalu begitu saja. Sebelum Deka keluar dari kamar Lala, ia sempat mengatakan maaf pada Lala atas apa yang terjadi pada tangannya. Ia jujur bahwa semua itu murni ketidaksengajaannya.

Lala mengejar Deka keluar dari kamarnya. Ia ingin menuntut tanggng jawab Deka karena ia merasa geram dengan sikap Deka yang pergi begitu saja. Saat emosi Lala mulai meluap, tibatiba ia berhenti didepan ICU. Beberapa saat kemudian dua orang suster keluar dengan mendorong sebuah ranjang dengan seseorang yang sudah tertutup seluruhnya oleh kain putih. Ibu Deka membuka kain penutup dan membukanya tepat diatas wajahnya.

Ibu Deka menjerit dan menangis sejadi-jadinya hingga ia pingsan. Deka dan adiknya berusaha menguatkan ibunya. Namun adiknya yang terus memanggil nama ibunya yang tidak sadarkan diri. Deka berteriak memarahi adiknya hingga Hadis menangis dan memukul-mukuli Deka.

Lala menyaksikan semua yang terjadi saat itu. Ia melihat sosok Deka yang berbeda dengan yang pernah ia kenal di sekolah. Deka telah kehilangan ayahnya, Lala melihat sikap Deka yang berusaha menguatkan diri ditengah ketidak berdayaan ibu dan adiknya. Meski Deka sebenarnya tahu bahwa ia sangat tidak sanggup kehilangan ayahnya disaat usia Deka masih belum siap kehiangan. Lala berdiri diam dan seolah merasakan kepedihan dalam hati Deka. 

bersambung...

0 komentar:

Posting Komentar

tinggalkan komentar anda disini...