Lala menyaksikan semua yang terjadi saat di ICU. Ia melihat sosok Deka yang berbeda dengan yang pernah ia kenal di sekolah.
Deka telah kehilangan ayahnya, Lala melihat sikap Deka yang berusaha menguatkan
diri ditengah ketidak berdayaan ibu dan adiknya. Meski Deka sebenarnya tahu
bahwa ia sangat tidak sanggup kehilangan ayahnya disaat usia Deka masih belum
siap kehiangan. Lala berdiri diam dan seolah merasakan kepedihan dalam hati
Deka.
Salah satu suster membantu Deka membawa
ibunya ke ICU untuk menyadarkannya. Deka menggendong adiknya, saat itu ia
melihat Lala yang berdiri menyaksikan semua itu. Lala menjadi salah tingkah dan
berusaha menyembunyikan bekas air matanya. Namun Deka justru berlalu meninggalkan
tempat tersebut. Sikap Deka menjadi sangat dingin dan tidak pduli apapun, bahkan
Lala juga sempat melihat Deka membentak adiknya yang masih terus saja menangis.
Beberapa hari berlalu, Lala mulai masuk
sekolah namun bangku Deka masih tetap kosong. Pada hari berikutnya Deka masih
belum masuk sekolah. Tidak banyak anak yang tahu bahwa ayah Deka meninggal,
kecuali teman-teman Deka dan Lala.
Pada keesokan harinya Lala melihat bangku
Deka masih kosong, sampai pada hampir jam 7, Lala semakin cemas. Seseorang membuka
pintu kelas, ternyata Deka masuk sekolah. Lala tidak bisa menyembunyikan
ekspresi bahagianya. Ia tersenyum cerah pada Deka, namun Deka masih tetap
dingin. Anak-anak lain yang tidak tahu apa-apa malah mencela Deka yang sok cuek
dan dingin. Deka hanya diam hingga ia duduk di bangkunya. Beni menepuk pundak
Deka, Lala tidak bisa menghentikan pandangannya pada Deka. Beni malah
memelototi Lala, isyarat bahwa Beni tidak suka dengan pandangan Lala terhadap
Deka.
Deka sebenarnya menyadari dengan pandangan
Lala yang sejak tadi memperhatikannya. Hingga selama jam pelajaran, sangat
jelas terlihat bahwa Lala sedikit-sedikit menoleh ke belakang memperhatikan Deka.
Jam sekolah berakhir, Sinta keluar lebih
dulu. Lala beralasan ada barang yang ketinggalan. Ia masih bertahan di kelas,
yang sebenarnya ia menunggu Deka sampai keluar dari kelas. Namun yang terjadi
Deka justru tetap di kelas sampai tinggal mereka berdua saat ini di kelas. Lala
justru salah tingkah, ia merasa terjebak dalam ulahnya sendiri.
Saat Lala akan keluar kelas, Deka justru
berjalan ke arah Lala dan menghadangnya di depan pintu kelas. Lala tidak berani
menatap Deka yang saat ini menatap tajam pada Lala.
“gue mau pulang, jangan halangi jalan gue!”
“cuma lo satu-satunya cewek yang tahu
tentang bokap gue. Jangan sampai ada yang tahu. Gue bakal nebus kesalahan gue
atas tangan lo. Jadi gue harap lo bisa jaga apa yang lo tahu…”
Deka hanya meninggalkan Lala begitu saja. Tetapi
Lala justru mengikuti Deka hingga mereka keluar gerbang sekolah. Deka
membiarkan Lala mengikutinya. Lala sendiri hanya ingin tahu apa yang akan
dilakukan Deka, ia ingin menghibur tetapi bingung akan memulai darimana. Oleh
sebab itu Lala hanya mengikuti Deka. Deka terus berjalan menuju tepi sungai,
Lala semakin bingung untuk apa Deka pergi ke sungai. Pikirannya menjurus pada
hal-hal negative. Ia mengira Dimas akan bunuh diri.
Saat Deka naik ke pagar besi pembatas
sungai. Lala berteriak histeris meminta tolong, Deka yang kaget malah justru
tercebur ke sungai.
“Sial, wooooyyyy!!!! Ngapain lo teriak-teriak!”
bentak Deka.
Lala melihat ke sungai, dia membungkam
mulutnya saat tahu Deka berenang ke tepi sungai. Rupanya Lala salah paham, ia
mengira Deka bunuh diri, sebenarnya Deka hanya ingin dudu dip agar besi. Malah teriakan
Lala yang membuat Deka tercebur ke
sungai.
Sejak saat itu Lala selalu mengikuti Deka
kemanapun Deka pergi. Terkadang Deka yang menyadari sikap Lala yang kekanakan
justru menggoda Lala yang membuat Lala ketakutan. Saat Lala mulai ketakutan,
terlihat kepuasan pada Deka. Sedikit demi sedikit Deka justru mulai melupakan
semua hal yang membuatnya sedih. Ia justru seperti memiliki permainan baru
untuk hiburan. Malah Deka merasa hidupnya semakin berwarna.
Sore itu seperti biasanya Lala mengikuti
Deka. Namun pada hari itu tiba-tiba hujan deras. Lala dan Deka masih terjebak
di sekolah. Mereka hanya berjalan-jalan diantara lorong-lorong kelas. Dan
ternyata sampai malam itu hujan belum reda, sialnya gardu listrik di kompleks
sekolah tiba-tiba rusak sehingga seisi ruangan di sekolah mati lampu. Lala yang
saat itu berada di ruangan terpisah berteriak ketakutan karena Lala memang
pobia pada tempat gelap. Deka berlari mencari Lala, ia menemukan Lala yang
duduk di pojok ruang kelas dengan ketakutan. Lala reflex memeluk Deka, dan
memegang erat lengan Deka. Tidak sengaja tubuh mereka terpaut satu sama lain,
Deka baru menyadari perasaannya pada Lala. Ia merasa sebagai seorang laki-laki
yang harus melindungi seorang wanita yang saat ini membutuhkan perlindungannya.
Lala semakin erat memeluk Deka, karena selain ketakutan ia juga kedinginan.
Deka yang saat itu sebagai pria berusia 14 tahun, tidak bisa berbuat banyak
selain mengikuti nuraninya untuk mencoba melindungi Lala.
Hujan mulai reda, jam menunjukkan pukul
08.00 WIB. Lala mulai membuka matanya, ia mulai menyadari bahwa ia terlelap di
antara dekapan tubuh Deka. Lala perlahan membangunkan Deka ang mulai sadar,
saat mereka menyadari bahwa keduanya saling bersentuhan kulit tanpa pakaian.
Deka dan Lala sama-sama terkejut. Beberapa saat yang lalu mereka telah
melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Deka merasa bersalah pada Lala,
ia berjanji akan bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakuan pada Lala.
Kedua anak puber itu tidak menyadari bahwa kehidupan yang akan mereka lalui
sejak saat itu akan sangat berliku.
Kembali
ke masa sekarang,
Deka
menyetir mobil dengan tatapan yang masih kosong setelah beberapa saat yang lalu
ia memutuskan hubungannya dengan Gina. Disampingnya, Alfa terlelap setelah ia
menangis sepuasnya dalam pelukan papanya.
Deka
menuju Rumah Sakit tempat Lala dirawat. Deka menemui Sinta, ia menitipkan Alfa
karena sebentar lagi Deka mulai praktek bedah. Sinta menggendong Alfa yang
masih terlelap. Tidak berapa lama Beni datang dan membawa laporan rekam medik
pasien kepada Deka. Beni mengelus punggung Alfa yang digendong Sinta, dan
tersenyum pada tunangannya itu. Deka langsung menuju ke ruangannya bersama
Beni.
Deka
dan Beni berjalan melintasi kamar Lala, Deka tidak melihat Lala disana. Ia
tampak cemas dimana istrinya saat ini. Tidak berapa lama Lala datang dengan
seorang suster, Deka dan Lala saling bertatapan. Deka sangat dalam menatap mata
Lala, namun Lala hanya biasa saja. Karena memang Lala benar-benar tidak
mengenal seorang pria yang saat ini berdiri didepannya. Lala menundukkan kepalanya
sebagai bentuk salam pada dokter muda didepannya.
“selamat
siang, dokter…” sapa Lala dengan senyum.
bersambung...
0 komentar:
Posting Komentar
tinggalkan komentar anda disini...